SELAMAT DATANG MELIHAT SEKILAS ALBUM ALBUM DI BLOG ASMURANSYAH SEMOGA BERMANFAAT TERIMA KASIH ATAS PERHATIAANNYA

Sabtu, 23 Maret 2013

LEADERSHIP RASA BANGGA


LEADERSHIP Rasa Bangga (Pride) dan Leadership
Salah satu tugas dari leader adalah menumbukan rasa bangga yang positif dari para anggota terhadap organisasi yang dipimpinnya, dan ini memerlukan tindakan2 yang membutuhkan perhatian yang didasari oleh nilai-nilai, kepribadian, kemampuan disiplin dan pengertian yang dimiliki leader – dan rasa bangga ini adalah benih tumbuhnya rasa persatuan dalam kesatuan, dan rasa kesatuan dalam persatuan – yang biasa dikenal dengan istilah “Esprit d’Corps” atau dialihbasakan menjadi “jiwa korsa”.

Dengan kata lain, tanpa ada rasa bangga tidak akan ada rasa kesatuan dalam persatuan dan rasa persatuan dalam kesatuan. Dalam disertasi saya, terbukti dalam model yang saya kaitkan dengan keterikatan karyawan (employee engagement) bahwa variabel rasa bangga (PRIDE) menunjukkan pengaruh yang paling tinggi terhadap keterikatan karyawan pada organisasi perusahaan tempat kerjanya dibandingkan dengan variabel lainnya(khususnya: kepercayaan yang tidak signifikan kalau berdiri sendiri, rasa aman dan nilai kerja pribadi).

Rasa bangga adalah suatu hal membuat setiap orang termotivasi untuk meraih sesuatu, akan tetapi harus dibedakan antara authentic pride dan hubristic pride. Authentic pride – kebanggaan yang otentik -adalah perasaan yang positif dan mempunyai aspek motivasional, sebaliknya hubristic pride adalah kebanggaan yang negative cenderung untuk memandang rendah orang lain, sombong, dan selalu ingin memperlihatkan bahwa dirinya lebih (yang sering kali “maksa”). Rasa bangga yang dibahas adalah rasa bangga otentik atau authentic pride sebagai lawan dari hubristic pride.

Rasa bangga yang otentik merupakan emosi positif dan berperan penting di dalam kehidupan psikologis manusia. Perasaan bangga yang otentik tersebut berkaitan dengan konteks etika bekerja yang baik, terdapat penguatan (reinforcement) dan banyak perilaku prososial, perilaku untuk meraih suatu tujuan, dan tumbuhnya makna diri (self-worth). Rasa bangga otentik sebagai emosi positif akan terjadi bilamana individu menemukan representasi dirinya (terutama organisasi) sesuai identitas dirinya – sesuai dengan apa yang diinginkannya, dan akan mengarahkan individu untuk melakukan hal-hal yang bersifat altruistik.

Rasa bangga atau kebanggaan merupakan suatu ungkapan emosional yang menunjukkan: (1) bagaimana seseorang mempersepsikan dirinya untuk dikenal (recognizeable) oleh orang lain, (2) adanya nilai kemanfaatan (worthiness) dalam dirinya, (3) dilihat sebagai sosok yang berpengetahuan (knowledgeable), dan (4) memiliki percaya diri. Katzenback (2003) menegaskan bahwa kebanggaan terhadap suatu organisasi selain didapatkan dari diri individu sendiri, juga diperoleh karena pendapat / masukan orang lain (komentar2 positif tentang diri ataupun organisasi yang dikiutinya). Membangun kebanggaan (pride-building) sangat penting, karena rasa bangga bisa menumbuhkan dan menunjukkan adanya komitment emosional, yang menggambarkan respek dari individu terhadap organisasi atau tempat kerja. Tumbuhnya kebanggaan serta rasa hormat (respect) akan memperkuat komitmen individu terhadap organisasi, di mana komitmen tersebut akan menentukan niat (intensi) dan loyalty individu dalam organisasi .

Rasa bangga berkaitan erat dengan konsep identitas diri, ada keselarasan antara jati dirinya sendiri dengan nilai-nilai dan identitas organisasi. Hal ini berkaitan dengan proses “identification” – suatu proses yang dibutuhkan untuk beradaptasi diri, sebagaimana telah dibahas dalam menumbuhkan trust - bahwa setiap individu menginginkan dirinya dikenal sesuai dengan karakteristik individu yang dipunyainya, dan di lingkungan dia berada. Setiap individu selalu menginginkan dikenal dan diakui dengan ciri-ciri yang ada pada dirinya dan sesuai pada kelompok dimana individu tersebut berada – tinggal masalahnya lingkungan individu tersebut berada memberikan faktor-faktor atau aspek-aspek yang mendukung tidak untuk membuat anggotanya mempunyai rasa bangga. Tugas untuk menciptakan lingkungan untuk menumbuhkan rasa bangga adalah tugas seorang leader, mampu tidak?

Teori identitas sosial dan kategorisasi-diri menegaskan bahwa orang cenderung berpikir bahwa mereka adalah anggota dan bagian dari suatu kelompok atau organisasi, dan dengan rasa bangga maka identitas kelompok atau organisasi tersebut lebih menjadi identitas diri individu . Rasa bangga dan respek yang diterimanya bisa meningkatkan komitmennya terhadap organisasi dan respek dalam kelompok kerja meningkatkan attachment psikologis dalam kelompok.
\
Mengacu kepada uraian tersebut, kemampuan utama yang harus dipunyai dalam memimpin perusahaan mereka adalah menumbuhkan rasa bangga pada anggotanya terhadap organisasi mereka. Rasa bangga memainkan peran penting dalam memelihara persistensi aktivitas organisasi, dan akan meningkatkan keterikatan kerja dan keterlekatan psikologis terhadap organisasinya. Rasa bangga merupakan unsur motivasional – terutama berkaitan dengan self-identity dan self-esteem - yang menumbuhkan rasa kebermaknaan individu. Rasa bangga terhadap organisasi, membuat diri individu merasakan perannya memberikan suatu makna (meaningfulness) bagi dirinya, merasa dihargai (respected), dan merasa diakui (acknowledged, recognized).

Kebanggaan akan tidak timbul begitu saja, ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk menumbuhkan rasa bangga, yaitu harus melalui suatu proses yang sangat bergantung pada cara untuk menimbulkan motivasi yang membuat individu merasa mendapatkan kebermaknaan. Untuk itu, pimpinan perusahaan harus melakukan suatu program intervensi secara integrated, dalam upaya untuk mempengaruhi agar anggotanya mempersepsikan organisasi tempat kerja secara positif, sehingga timbul komitment secara emosional yang membentuk keterikatan anggota terhadap organisasi.

Leader harus menyadari bahwa faktor-faktor yang memepengaruhi tinggi rendah rasa bangga adalah sebagai berikut: (1) reputasi atau nama baik organisasi (dalam hal ini berlaku untuk segala macam organisasi), bisa membuat anggota dengan gamblang menyatakan: “Saya mahasiswa Universitas X”, “ Saya TNI”, “Saya Abdi Negara”, “Saya polisi”, “Saya MENWA”, “Saya MAHAWARMAN”, ”Saya anggota Yon II !!!” – atau ”saya keluarga Soebandono” bagi anak dan anggota keluarga saya; (2) rasa kepuasan sebagai anggota kesatuan atau organisasi – apakah ekspektasi atau harapannya terpenuhi atau tidak. Ketidak-puasan akan membuat anggota ”meninggalkan” organisasi (bukankah bisa terjadi di keluarga?); (3) Falsafah dan unsur kejuangan selaras (concruent) tidak dengan apa yang diyakini anggota. Bilamana berbeda, apalagi berseberangan – anggota tidak akan memiliki rasa bangga, yang akan menimbulkan negativitas terhadap organisasi atau kesatuan (bukankah ini bisa menangkal pemikiran yang berseberangan dengan falsafah negara kita?); dan (4) kadar kualitas kepemimpinan – dan menurut penelitian justru faktor inilah yang mempunyai bobot terbesar dalam mempengaruhi rasa bangga anggota.

Sudahkah kita memiliki keyakinan bahwa kita mampu menumbuhkan rasa bangga dari anggota yang kita pimpin? Pertanyaan ini bisa diajukan ke diri kita tidak saja sebagai ”pejabat” di organisasi (Universitas, tempat kerja, Menwa, militer, polisi dan lainnya) - tetapi juga sebagai kepala keluarga, pimpinan organisasi ataupun manajer atau eksekutif perusahaan.

Rasa bangga (PRIDE) tidak bisa ditumbuhkan secara berdiri sendiri, harus dikaitkan secara terpadu (integrated) dengan upaya menumbuhkan rasa kepercayaan (TRUST) dan rasa aman (SECURED/SAFETY FEELINGS) - karena ketiganya akan menumbuhkan rasa puas terhadap organisasinya dan berkaitan satu sama lain.


nara sumber : @Joni P. Soebandono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar